Thesis Investasi ACES : Salah Satu Capital Efficient Company di IHSG

Sekilas Tentang Perusahaan dan Manajemen 

Berdiri pada tahun 1995 sebagai anak usaha PT Kawan Lama Sejahtera, PT ACE Hardware Indonesia Tbk. merupakan pemegang lisensi/master franchise merek ACE Hardware di Indonesia yang ditunjuk oleh ACE Hardware Corporation, AS. bergerak di bidang usaha perlengkapan rumah tangga dan gaya hidup. Produk-produk Perseroan dipasarkan di bawah berbagai merk dagang, termasuk “ACE”, “Krisbow” dan “Kris”. Dalam 11 tahun terakhir, gerai ACES sudah meningkat dari 45 gerai menjadi 251 gerai pada tahun 2020.

Komisaris ACES saat ini (2020) Kuncoro Wibowo merupan anak pertama dari pendiri Kawan Lama Group, beliau telah menjabat sebagai Komisaris Utama Perseroan sejak 1995. Sedangan direktur utama adalah Prabowo Widyakrisnadi, Beliau telah menjabat sebagai Presiden Direktur Perseroan sejak 1996.

Struktur Pemegang Saham

Sumber : https://corporate.acehardware.co.id/id/komposisi-pemegang-saham

Historis Kinerja ACES (catatan tahun 2020 ekonomi terpengaruh pandemi) :
Penjualan tahun 2009 yang hanya Rp 1.3 Trilyun, sudah naik 600% saat ini, menjadi Rp 7.9 Trilyun pada tahun 2019.
Penjualan ACES 2019-2019

EPS dan BV naik masing masing 660% dan 547%. Lompatan kenaikan Sales Rp 6.6 Trilyun itu, hanya perlu kenaikan Fixed Assets sebesar Rp 750 Milyar dalam periode yang sama. Selain itu, lompatan usaha sebesar itu ditandai dengan ZERO debt
Negative Net Debt Menunjukan ACES Mempunyai Banyak Kas Dari Pada Hutang

Hal ini menunjukan kekuatan ACES sebagai pencetak uang kas (CFO) dari kegiatan usahanya. Saat ini, nilai Equity mewakili 80% Nilai Total Assets, dan 26% dari Total Assets itu berupa Kas.

The Underlying Truth, kembali menunjukan fakta simpel, bahwa dalam jangka panjang, satu-satunya faktor yang menentukan harga saham adalah kinerja perusahaan yang menerbitkan lembaran saham itu. Terjadinya kenaikan harga saham ACES sebesar 860% dalam 10 tahun ini, hanya dimungkinkan dengan adanya kenaikan EPS ACES dari Rp 9 (2009) menjadi Rp 60 (2019). 

Tidak mungkin harga saham ACES tetap saja di Rp 151 (saat EPS-nya masih Rp 9) seperti tahun 2009, dengan EPS-nya pada tahun 2019 yang sudah menjadi Rp 60. In the short run ? No one knows.

Betapa sangat efisien-nya perusahaan ini bisa kita lihat dari metrik lainnya : Return On Assets (ROA), yang sebesar 17.5%. 
ROA ACES Tahun 2008-2020

Sejauh yang saya tahu, tidak ada perusahaan lain di BEI yang memiliki ROA lebih tinggi dari ACES, kecuali dua CEC (Capital Efficient Company) lain yang sudah sering saya pakai contoh setiap menyinggung soal CEC, yaitu UNVR dan HMSP. Gross Margin ACES sudah naik dari 39.5% (2009) menjadi 48.7% saat ini.
GPM ACES Tahun 2008-2020

Dengan kinerja yang sangat profitable tersebut, manajemen ACES juga secara konsisten membagikan deviden ke pemegangnya tiap tahunnya.
DPS ACES Tahun 2019-2020

Break Down Kinerja :

Revenue Breakdown! Ternyata Revenuenya ditopang oleh segmen...
Ace Hardware punya 3 katagori dari keseluruhan produk mereka, yang pertama ada home improvement, lifestyle dan toys. 
Revenue Breakdown ACES Tahun 2014-2019

Di grafik diatas kita bisa melihat kalau segmen home improvement paling besar dalam komposisi penjualan ACES, dan nilainya juga terus meningkat, begitu juga dengan segmen life style dan toys.
Pertumbuhan Segmen Penjualan ACES Tahun 2014-2019

Secara porsi, segmen life style terus mengalami peningkatan selama 5 tahun terkahir, lebih cepat dibandingankan segmen home improvement. Dari 37,3% porsi life style di tahun 2014 menjadi 42,6% di tahun 2019, semakin mengimbangi porsi segmen home improvement di komponen penjualan ACES.

Anomali GPM naik vs OPM turun
GPM, OPM dan NPM ACES Tahun 2015-2020

Selanjutnya kita akan melihat dari sisi profitabilitas margin ACES, yaitu GPM, OPM dan NPM. Dari sisi GPM, ACES mempunyai GPM yang stabil di kisaran 47%an dari tahun 2015 sampai tahun 2019, dan pada tahun 2020 GPM mengalami peningkatan hampir 50%. Dari GPM yang stabil ini kita bisa menilai kalau produk-produk yang dijual di ACES sudah diperhitungkan sedemikian rupa oleh manajemen untuk menentukan harga jual produknya, sehingga bisa mark up harga hingga 2 kali lipat, bayangkan saja jual produk beli di produsen 500rb kemudian dijual kembali ke konsumen 1juta, sangat profitable!

OPM dan NPM juga termasuk stabil, dengan kisaran OPM 16-17% (fluktuasi biaya karyawan, sewa dll)  dari kecuali di tahun 2020 karena pandemi. dan selisih dari OPM dan NPM juga stabil sekitar 3% dari biaya kuangan, pajak dll, tidak pendapatan/biaya aneh-aneh yang lain.

Namun ada anomali antara GPM dan NPM ACES di tahun 2020 ini, kenapa GPM meningkat tetapi OPM dan NPM mengalami penurunan?. Hal ini disebabkan oleh penambahan margin jual yang dilakukan manajemen untuk mengantisipasi perlambatan penjualan dan beban operasional yang meningkat. Tentu kalau hal ini tidak dilakukan manajemen nilai OPM dan NPM bisa turun lebih dalam lagi.

Jadi bisa dibilang Ace Hardware mempunyai sesuatu yang disukai Charlie Munger yaitu Economic Moat yaitu pricing power yang mampu menentukan harga jual sendiri. jadi hal-hal seperti fluktuasi rupiah tidak akan menggangu profitabilitas ACES kedepannya, karena mereka melakukan pass on kepada pelanggan dengan meningkatkan margin harga produk.

Kinerja Tangguh Ditengah Pandemi

Dalam 10 tahun terakhir, ACES mampu konsisten menghasilkan ROE double digit meski di kala pandemi sekalipun. Jika kita hilangkan tahun adanya pandemi, ROE perusahaan mampu mencapai lebih dari 20%.

Sayangnya, akibat adanya pandemi COVID-19, profitabilitas ACES mengalami penurunan pada tahun 2020 dan terus berlanjut hingga kuartal I 2021. Namun, jika dibandingkan ritel non-primer yang lain, kinerja ACES masih bisa dikatakan cukup tangguh.

ROE ACES Tahun 2011-2021

Sebelum kita mengetahui cerita dibalik cantiknya kinerja ACES, mari kita bandingkan terlebih dahulu kinerja ACES dengan ritel non-primer lain di kala pandemi.

Laba Bersih ACES Tahun 2020-2021 Vs Kompetitor

Jika dilihat dari laba bersihnya, ACES masih mampu menghasilkan laba bersih yang cukup besar yakni Rp 733 miliar di tahun 2020. Sebaliknya, ketiga ritel lain justru mengalami kerugian, bahkan MAPI dan LPPF merugi hingga lebih dari 500 Miliar Rupiah.
Pertumbuhan laba bersih ACES tetap anjlok dibanding tahun sebelumnya walaupun tidak separah ketiga emiten lainnya yang turun hingga >100%

Pertumbuhan Laba ACES Tahun 2020

Bahkan, meskipun ROE ACES turun namun ROE-nya masih tetap mampu double digit.

ROE ACES Vs Kompetitor

Selain mampu mempertahankan imbal hasil yang tinggi, ACES juga masih mampu menghasilkan arus kas bersih yang besar. Bahkan, ACES berhasil mengkonversi 19% dari nilai penjualannya sebagai arus kas bersih.

Mengapa Nasib ACES Berbeda Dengan Peretail Lain?

Secara umum, model bisnis ritel tidak jauh berbeda, yakni membeli barang jadi dalam jumlah besar dari pemasok lalu menjualnya kembali dengan harga yang lebih mahal secara eceran kepada pembeli akhir. Biasanya perusahaan ritel mempunyai margin laba yang tipis dan mengandalkan perputaran barang yang cepat.

Namun, hal ini cukup berbeda bagi sektor ritel non-primer. Gross profit margin (GPM) dari keempat ritel ini bisa dikatakan cukup tebal dari sebelum hingga saat pandemi.

GPM ACES Vs Kompetitor

Ini dikarenakan ritel non-primer biasanya memiliki kerja sama dengan negara lain atau mencari wilayah yang memiliki biaya tenaga kerja/bahan baku yang murah sehingga dapat mengurangi beban pokok penjualan.

Biasanya, akan terlihat bedanya antar sektor ritel non-primer pada operating profit margin (OPM). Simak gambar di bawah ini.

OPM ACES Vs Kompetitor

Di tahun 2019, ACES memiliki OPM sebesar 17% melebihi OPM MAPI dan RALS yang masing-masing memiliki 9% dan 10%. Hanya LPPF yang OPM-nya dapat menyaingi ACES.
Namun, pada tahun 2020 hanya ACES lah yang OPM-nya masih mampu double digit. Sedangkan ketiga emiten lain mengalami kerugian.

Mengapa profit margin ACES bisa tetap tinggi bahkan di kala pandemi sekalipun?

1. Akses produk private label dengan harga murah

Sebagian besar barang yang dibeli ACES adalah barang private label yang diproduksi oleh banyak produsen dengan skala lebih kecil yang dikurasi dan diberi merek oleh Ace Hardware International (AHI) di China dan GKL yang juga memiliki merek private label sendiri, yakni Krisbow yang diluncurkan sejak tahun 1998.

Jadi, AHI dan GKL tidak mempunyai pabrik dan melakukan produksi sendiri, tetapi mereka melakukan kendali kualitas dan pemasaran terhadap barang-barang yang diproduksi oleh rekanan mereka. Lihat penjelasan soal private label AHI yang dicuplik dari situs http://acehardwareintl.com/ berikut ini.

Private Label AHI

Selain dari AHI dan GKL, ACES juga mendapat barang dagangannya dari produsen barang bermerek non-private label, seperti 3M asal Amerika Serikat yang terkenal dengan berbagai produk perlengkapan rumah tangga dan industrinya serta Liqui Moly asal Jerman yang terkenal dengan perlengkapan otomotif berkualitasnya.

Selain itu, Sebagai bagian dari GKL sekaligus pemegang lisensi eksklusif Ace Hardware di Indonesia, ACES menikmati akses khusus terhadap produk private label dengan harga murah yang telah dikontrol kualitasnya oleh KLS dan AHI. Semakin banyak rekanan dan produk yang dikurasi oleh KLS dan AHI, akan semakin variatif juga produk yang bisa dijual oleh ACES.

Hal inilah yang membuat ACES memiliki profit margin yang cukup tebal

2. Beban sewa yang rendah

Lalu apa yang membuat ACES tetap mampu meraih OPM double digit disaat ritel non-primer lain mengalami kerugian? Salah satu alasannya adalah karena ACES memiliki beban sewa yang rendah.

Jika kita lihat perbandingan beban sewa sebelum pandemi dari keempat emiten tersebut, ACES menjadi emiten dengan beban sewa paling kecil yakni sebesar 5% dari total pendapatan hanya kalah tipis dengan RALS. Bandingkan dengan LPPF beban sewanya hampir 1/2 dari total pendapatan.

Beban Sewa ACES Vs Kompetitor

Pandemi yang belum berakhir ditambah dengan kebijakan pemerintah melakukan pembatasan mobilitas masyarakat, membuat pendapatan perusahaan menurun, sedangkan beban yang harus ditanggung masih tidak berubah.

Maka, MAPI dan LPPF yang memiliki beban sewa yang cukup besar perlu melakukan efisiensi terhadap beban sewa mereka. Oleh karena itu, mereka menutup beberapa gerai yang terdampak PSBB.
Di tahun 2020, RALS mampu menekan beban sewa hingga menjadi 1% terhadap penjualan. Hal ini dikarenakan Manajemen RALS mengambil langkah untuk melakukan kontrol ketat dan efisiensi terhadap biaya operasional dengan mendapatkan keringanan biaya sewa dari pihak developer.

Hal serupa juga dilakukan oleh manajemen MAPI dengan melakukan komunikasi intensif kepada pihak pengelola mall dalam hal keringanan pembayaran sewa.

Mengapa ACES bisa mendapatkan beban sewa yang rendah dibandingkan ketiga ritel non-primer lain?
Hal itu karena ACES menyewa tempat yang ukurannya besar sehingga otomatis mendapatkan biaya sewa yang lebih murah.

Bandingkan dengan MAPI yang memiliki gerai yang kecil dan harus berada di tempat yang strategis di mall. Maka, MAPI mau tidak mau harus menghadapi biaya sewa yang lebih mahal.

Penurunan Penjualan Ritel Perlengkapan Rumah Tangga Tidak Separah Ritel

Dibandingkan ketiga ritel lainnya, Covid-19 tidak berdampak besar bagi pendapatan ACES. Simak grafik berikut.
Pertumbuhan Pendapatan ACES Vs Kompetitor

Penjualan ACES selama masa pandemi hanya turun sebesar 9%. Sedangkan MAPI, LPPF, dan RALS turun hingga lebih dari 30%. Padahal mereka sama-sama terkena aturan PSBB yang dijalankan pemerintah. Mengapa bisa begitu?

Ini disebabkan karena ritel fashion menjadi ritel yang paling terdampak pandemi dibandingkan ritel lain.

Pertumbuhan Penjualan Ritel YoY Tahun 2020

Dengan menurunnya tingkat pendapatan masyarakat Indonesia akibat pandemi, membuat fashion menjadi barang paling di hemat pengeluarannya oleh masyarakat.

Penjualan ritel fashion secara year on year turun hingga >60%, bandingkan dengan penjualan ritel perlengkapan rumah tangga yang hanya turun 28% saja. Jadi, hal yang wajar jika penurunan pendapatan ACES jauh lebih kecil dibandingkan MAPI, LPPF, dan RALS.

Permintaan masyarakat terhadap fashion turun ditambah lagi mall yang menjadi lokasi penjualan pun belum kembali normal, sedangkan biaya sewa dan gaji pegawai merupakan fixed cost yang harus tetap dibayar. Maka, tentunya kerugian besar pun tidak dapat dihindarkan.

ACES diuntungkan karena masyarakat masih membutuhkan produk perlengkapan rumah tangga meski di kala pandemi sekalipun. Ditambah lagi, selama pandemi ACES turut serta menjual masker, handsanitizer, dan beberapa produk yang memang dibutuhkan selama pandemi.

Harga dan Valuasi

Harga Buy dan Sell Back ACES Tahun 2020

Harga ATH ACES ada di 1920 pada tahun 2019, dan harga sekarang saat artikel ini dirilis adalah 1355. Di tahun 2020 ACES melakukan aksi sell back dengan kisaran harga di 1615 - 1731, dimana aksi buy back sebelumnya dilakukan pada bulan Maret ditengah koreksi IHSG dalam, yaitu pada kisaran harga 1121-1288. Aksi sell back ini tidak menjadi indiskasi bahwa saham ACES tidak menarik lagi, karena aksi serupa sudah pernah dilakukan manajemen pada tahun 2013 buy back di harga 500-600 dan sell back kembali pada tahun 2018 di kisaran harga 600-700. Dan lihat harga ACES sekarang, dari hasil buy dan sell back tersebut saja manajemen sudah mampu mendapatkan bagger dari kenaikan sahamnya sendiri 😁

PE Standar Deviation Band ACES 5 Years :
PE Standar Deviation ACES 5 Years

Dengan harga sekarang 1355, Harga ACES berada disekitar Mean Standar Deviation. Dengan PE 28,54 dan EPS Annual 42,75, berarti harga wajar berdasarkan mean PE 5 tahun ACES adalah 1229.

PBV Standar Deviation Band ACES 5 Years :
PBV Standar Deviation ACES 5 Years

Dengan harga sekarang 1355, Sama dengan PE tadi, Harga ACES berada disekitar Mean Standar Deviation. Dengan PBV 5,94 dan Current BVPS 290,37, berarti harga wajar berdasarkan mean PBV 5 tahun ACES adalah 1724.

Dengan pertimbangan harga buy back serta PE dan PBV 5 tahun terakhir, pada range harga 1500-1200 sangat menarik untuk mulai mencicil ACES, dengan MOS 10-30%.

Dengan kinerja ACES yang bagus sebelum pandemi hingga tetap bagus selama pandemi menjadikan kita sadar bahwa sangat wajar apabila suatu emiten dihargai mahal oleh market karena kinerjanya yang masih tetap cantik meski market crash sekalipun.

Inilah pentingnya untuk melihat suatu emiten bukan hanya sekadar angka saja, melainkan cerita apa yang bisa kita dapatkan dari angka tersebut. Dari cerita tersebut pula, kita bisa mengetahui apakah suatu emiten sedang dihargai terlalu mahal atau murah oleh pasar.

Semoga bermanfaat, ikuti terus artikel Yuda Ermawan Blog dengan memasukan email dan subscribe pada kotak dibawah. Terima Kasih...
UPDATE Q3 2022

Harga ACES turun dari 1355 ke 488 sepanjang tahun 2022, sebenaranya apa terjadi dengan ACES?

Pada artikel sebelumnya, saya mengulas PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES) dengan pandangan yang cukup positif. Bahkan, saya menggunakan kata “tangguh” untuk mewakili kinerjanya yang jauh lebih baik daripada pemain ritel non primer lainnya seperti PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS), PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) dan PT Mitra Adi Perkasa Tbk (MAPI) di masa awal pandemi COVID 19 tahun 2020.

Namun belakangan, pelaku pasar saham menjual saham ACES secara masif yang berdampak pada penurunan harganya yang signifikan.

Bila dihitung dari harga tertingginya yaitu sekitar Rp1.920/lembar di tahun 2019, harga saham ACES telah mengalami penurunan lebih dari 69% dan kembali ke tingkat harga yang sama pada tahun 2015 yaitu sekitar Rp590/lembar.

Penurunan harga saham juga bukan tanpa alasan, banyak investor yang kecewa dengan kinerja penjualan ACES yang tidak kunjung mengalami perbaikan meskipun saat ini mobilitas masyarakat sudah kembali kondusif dan masyarakat kini sudah kembali percaya diri untuk berbelanja yang diindikasikan dengan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang semakin meningkat.

Kalau begitu, apa yang sebenarnya terjadi dengan ACES? Apakah pandemi telah menggerus keunggulan kompetitif yang dimilikinya? Atau malah sebenarnya penurunan kinerja yang terjadi sebenarnya hanya bersifat sementara dan menjadi peluang yang menarik bagi investor untuk membeli ACES dengan harga yang lebih murah.

ACES dan Masalah Bisnis Retailnya
ACES sangat terkenal sebagai perusahaan ritel yang mampu untuk menciptakan keuntungan yang sangat baik bagi pemegang sahamnya. Namun, sejak pandemi COVID-19 perseroan nampak susah payah untuk mencatatkan kinerja penjualan yang baik. Hal ini telah membanting tingkat profitabilitas ACES yang biasanya konsisten di atas 20% hanya menjadi 13%.

Tentu jika berbicara tentang penjualan, terdapat dua variable yang dapat menjadi fokus utama yaitu jumlah barang yang dijual dan harga barang yang dijual. Maka dari itu, untuk mencari titik masalahnya mari sedikit membongkar laporan keuangan ACES ke dalam bentuk Gross Profit Margin (GPM) beserta Days Inventory.



Setelah ditelusuri lebih lanjut, rupanya faktor utama penurunan kinerja ACES bukan berasal dari penurunan harga yang terwakili dengan nilai GPM yang sebenarnya naik dari 48% menjadi 49%. Tetapi, masalah utama ACES sebenarnya berasal dari semakin lamanya ACES untuk menjual persediaannya. Sebagai perusahaan ritel yang bisnis sejatinya adalah flipping the money with inventory tentu hal ini bukanlah kabar baik untuk ACES.

Hal yang perlu kita sadari adalah fenomena ini bukanlah sesuatu yang baru terjadi akibat pandemi COVID-19, namun tren peningkatan angka Days Inventory telah terjadi dalam jangka waktu yang lama beriringan dengan perkembangan bisnis perseoran dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, kami menduga terjadi ketidakefisienan eskpansi ACES melalui gerai-gerai yang dibangun selama ini.

Gerai adalah tombak utama ACES
Salah satu keunggulan ACES yang sudah pernah kami bahas sebelumnya adalah akses produk private label murah yang kualitasnya sudah dikurasi oleh mitra pemasok. Berdasarkan tebalnya GPM sebelumnya, kami melihat keunggulan tersebut masih dimiliki oleh ACES dan tidak berdampak oleh pandemi COVID-19 meskipun manajemen sempat menyebutkan bahwa terdapat masalah sulitnya untuk mendapatkan kontainer untuk barang-barang yang diimpor.

Tentu keamanan supply produk dengan kualitas baik dan juga murah dapat menguntungkan ACES. Namun, barang dagangan tersebut tidak akan berarti apapun jika tidak terjadi penjualan. Penulis meyakini bahwa ACES sekarang ini jauh lebih membutuhkan jalur distribusi yang baik kepada konsumen dibandingkan dengan keamanan supply.

Pada saat ini, ACES memiliki dua jalur distribusi untuk menjual produk-produknya yaitu dengan kanal offline yang saat ini diwakili dengan 228 gerai yang tersebar di kota-kota tertentu dan juga kanal online yang dapat diakses melalui website ruparupa.com, aplikasi Miss ACE, Whatsapp dan juga Marketplace.

Namun, dalam perkembangannya manajemen masih belum memberikan informasi terkait kontribusi kanal online yang sebenarnya sudah dibangun sejak tahun 2016. Maka dari itu, kami berkesimpulan bahwa gerai-gerai ACES adalah jalur distribusi mutlak yang menentukan nasib bisnis ACE pada saat ini.


Untuk mendukung pertumbuhan bisnisnya, ACES dari waktu ke waktu terus berekspansi dengan membuka gerai-gerai baru. Namun merefleksikan dengan angka Days Inventory yang terus meningkat sebelumnya, kita harus mengkritisi langkah ekspansi gerai yang dilakukan ACES.

Membuka gerai memang cara yang paling mudah untuk mendorong pertumbuhan kinerja perusahaan ritel. Sederhana saja, jika satu gerai dapat menjual 100 barang maka logikanya dengan dua gerai kita dapat menjual 200 barang. Semakin banyak jumlah gerai, maka semakin banyak juga barang yang dapat kita jual.

Namun, pada kenyataannya membuka gerai baru tidak serta-merta dapat memberikan kontribusi penambahan penjualan yang baik. Kinerja dari setiap gerai yang dimiliki perseroan berbeda-beda dan untuk memperbaiki keadaan manajemen melakukan tebang pilih portofolio gerai yang sudah ada.

Tetapi yang harus kita sadari bersama adalah aktivitas membuka dan menutup gerai merupakan bagian dari proses bisnis yang biasa saja, apalagi untuk pemain ritel. Sama seperti keputusan PT Hero Supermarket Tbk (HERO) yang menghentikan operasional Giant, jika tidak lagi memberikan prospek yang baik tentu akan lebih baik untuk ditutup saja.

Buka-Tutup gerai adalah Langkah Awal Perbaikan Penjualan ACES
ACES memang sedang berupaya untuk melakukan penutupan gerai, namun seperti penjelasan sebelumnya hal ini bukanlah sesuatu yang patut untuk dikhawatirkan. Sebaliknya, berita tersebut adalah berita baik karena artinya manajemen menyadari bahwa terdapat gerai yang tidak memberikan kontribusi penjualan dengan baik.

Meskipun terdapat keterbatasan untuk memperoleh informasi gerai mana saja yang ditutup secara lengkap dan juga terbatasnya alasan penutupan yang disampaikan oleh manajemen. Kami memiliki gagasan utama berdasarkan informasi yang kami peroleh dari laporan penutupan gerai yang masih tersedia di keterbukaan informasi dan hasil pengamatan langsung terhadap gerai-gerai ACES.

Belum Pulihnya Traffic Pengunjung Mall
Berdasarkan laporan tahunan 2021, ACES pada saat itu memiliki 228 gerai (tidak termasuk Toys Kingdom). Kemudian, bila diteliti lebih lanjut secara umum gerai letak operasional gerai ACES dapat dibagi menjadi dua yaitu gerai di dalam mall dan gerai di luar mall. Kenyataannya gerai ACES mayoritas masih ada di dalam mall.

Terkonsenstrasinya eksposur gerai di dalam mall merupakan sumber masalah utama yang sedang dihadapi ACES pada saat ini. Meskipun kita sama-sama mengetahui bahwa masyarakat semakin yakin untuk melakukan kegiatan konsumsi, namun bukan berarti kondisi mall pada saat ini sudah pulih seperti sebelum terjadinya pandemi COVID-19. 

Untuk menjelaskannya simak interview antara CNBC Indonesia dengan Alphonzus Widjaja Ketua Umum DPP Asosiasi Persatuan Pusat Belanja Indonesia (APPBI) yang diupload pada tanggal 10 Agustus 2022.

Terdapat beberapa poin yang bisa kita dapatkan dari interview tersebut yaitu.
  1. Kunjungan masyarakat ke mall mulai meningkat di bulan Agustus 2021
  2. Tahun 2022 diestimasikan akan ditutup dengan rata-rata tingkat kunjungan mall sebesar 80%
  3. Tingkat rata-rata okupansi mall secara nasional diprediksi akan meningkat dari 70% menjadi 80% dengan tingkat normalnya 90% yang mungkin baru bisa dicapai di tahun depan
Oleh karena itu, sebenarnya masih terlalu dini untuk memiliki kesimpulan bahwa traffic masyarakat ke mall sudah kembali seperti semula. Hal ini berdampak kepada ACES sebagi tenant yang memiliki ketergantungan kepada kemampuan mall untuk mengundang masyarakat untuk berkunjung.

Sebagai contoh, salah satu mall yang saat ini masih mengalami penurunan tingkat okupansi dan menjadi tempat ACES meletakan gerai adalah mall Baywalk di daerah Pluit Jakarta Utara yang dimiliki oleh PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN).


Chicken and egg situation! Sepertinya adalah kiasan yang cocok untuk menggambarkan dilema mall yang kondisinya seperti Baywalk.

Menurunnya tingkat okupansi suatu mall bisa diakibatkan oleh menurunnya tingkat kunjungan masyarkat, namun disisi lain menurunnya tingkat okupansi juga dapat menurunkan daya tarik mall untuk dikunjungi oleh masyarakat. Masalahnya, bila ACES memiliki eksposur kepada mall-mall dengan karakteristik seperti di atas, maka dapat dipastikan gerai tersebut tidak akan memberikan kontribusi yang optimal.

Berekspansi dengan Gerai yang Lebih Kecil
Kabar baiknya, kami melihat manajemen ACES sudah memiliki arah strategi yang jelas untuk mengakomodasi masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh ACES pada saat ini. Selain menutup gerai karena tidak menguntungkan ataupun dengan alasan relokasi, kini ACES mulai memperbanyak ekspansi dengan gerai ACE Express yang ukurannya lebih kecil dan ditempatkan dekat dengan perumahan-perumahan kelas menengah atas.

Bila dianalogikan, gerai ini mungkin akan berekspansi seperti Alfamart dan Indomaret. Manajemen ingin mendekatkan ACES kepada calon konsumen sehingga akan tercipta urgensi bagi masyarakat untuk datang ke gerai ACES terdekat bila sewaktu-waktu membutuhkan perabotan-perabotan rumah tangga.

Dengan jaminan kualitas produk dan ketersediaan barang yang bisa dilihat dan dipegang secara nyata, bukan tidak mungkin ACES dapat mengungguli toko sebelah dan juga marketplace yang menyediakan produk-produk dengan value proposition yang serupa. Lagipula, melihat dari rekam jejaknya, produk-produk yang dijual ACES memang sudah terbukti dipercaya oleh konsumennya yang dibuktikan dengan kerelaan konsumen untuk membayar barang-barang ACES yang sebenarnya memiliki margin yang tebal.

Langkah ini patut untuk diapresiasi mengingat selama ini konsumen membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk pergi ke gerai-gerai ACE di dalam mall maupun di luar mall. Selain dari sisi waktu, gerai ACE Express juga dapat memudahkan konsumen dari pilihan moda transportasi untuk berkunjung. Jika dipikir lagi, selama ini gerai-gerai ACE memang lebih mudah dikunjungi dengan mobil di bandingkan dengan motor.

Padahal jika melihat data jumlah kendaraan di Indonesia, jumlah sepeda motor jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah mobil.


Maka dengan gerai ACE Express yang ukurannya seperti minimarket seharusnya akan memudahkan ACES untuk memperluas pangsa pasarnya. Jika kita sedikit melihat data dari public expose tahun 2022 yang disampaikan oleh PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), kita dapat mempelajari bahwa Modern Trade (MT) dalam bentuk minimarket-lah yang saat ini lebih mudah berkembang dibandingkan dengan MT yang ukurannya lebih besar seperti Supermarket dan Hypermarket.


Jika ditinjau dari penjualan produk kebutuhan sehari-hari seperti makanan dan rokok terjadi pergeseran pangsa pasar yang dinikmati oleh gerai dalam bentuk minimarket.


Oleh karena itu, mungkin saja barang-barang non-primer yang dijual melalui ACE Express di waktu selanjutnya akan mengalami hal yang serupa. Namun, kita juga harus memahami bahwa ACES membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk membuktikan perubahan strategi yang dilakukan berjalan ke arah yang tepat. Kami berharap dengan langkah ini ACES dapat menurunkan angka DIO ke tingkat angka yang lebih sehat dibandingkan dengan sekarang.

ACES Masih Memiliki Prospek Pertumbuhan yang Luas
Selain itu, ACES sebenarnya masih memiliki potensi pertumbuhan yang luas bila dilihat dari kota-kota besar yang belum tersentuh oleh gerai ACES. Bila melihat sebaran gerai berdasarkan wilayah kota operasionalnya, gerai ACES sangat terkonsentrasi dengan wilayah kota Jakarta, Bekasi, Bandung, Tangerang dan Surabaya. Manajemen ACES juga cukup sering menumpuk gerai-gerai dalam satu wilayah yang berpotensi mendorong terjadinya kanibalisasi antar gerai.


Misalnya saja, sebaran gerai ACE di daerah Jakarta Selatan yang jaraknya antar gerainya tidak lebih dari 2 KM.

Padahal masih banyak kota-kota lain di Indonesia yang sebenarnya memiliki potensi pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan belum dioptimalkan potensi pasarnya oleh gerai-gerai ACES. Coba simak data dari GoodStats berikut ini.

Potensi ACES untuk membuka gerai di pasar-pasar yang baru di kota-kota lain masih sangat lebar, bahkan tidak semua dari 5 kota yang disebutkan masuk ke dalam jajaran kota terkaya yang dihitung berdasakan Domestik Bruto Regional (PDRB) per Kapita.

Valuasi ACES
“Be fearful when others are greedy and greedy when others are fearful - Warren Buffet”
Kami yakin sebagian dari rekan-rekan sedang ada yang tertarik dengan penurunan harga saham ACES dan berniat untuk membelinya dengan harga dimurah. Lagipula, selama ini harga saham ACES selalu dihargai dengan valuasi yang “terlihat mahal”.

Mempertimbangkan masalah ketergantungan gerai-gerai ACES dengan kondisi mall pada saat ini dan upaya perbaikan gerai yang sedang dilakukan oleh Manajemen. Penulis mengestimasikan laba bersih ACES akan bertumbuh sedikit sebanyak 5% di akhir tahun 2022.

Kemudian, pada tahun selanjutnya didukung dengan tingkat kunjungan mal yang diproyeksikan membaik sesuai dengan pernyataan APPBI dan mulai meningkatnya sebaran ACE Express yang dekat dengan perumahan penulis mengestimasikan laba bersih ACES akan bertumbuh sebanyak 15%.

Pada tahun ketiga, laba bersih ACES akan bertumbuh sebesar 25% jika formula gerai ACES Express terbukti mampu untuk memberikan kontribusi penjualan yang baik.

Kemudian, pada tahun 4 dan 5 penulis mengestimasikan pertumbuhan laba bersih sebanyak 35% dampak dari semakin efisiennya gerai ACES karena penutupan gerai di tahun-tahun sebelumnya dan ekspansi gerai ACES di kota-kota masih belum tersentuh oleh ACES.

Kemudian untuk periode kekal (terminal growth) penulis mengestimasikan pertumbuhan laba sebanyak 3,5% dengan pertimbangan masih banyaknya kota-kota yang masih dapat memberikan ruang ACES untuk bertumbuh.

Untuk Dividend Payout Ratio penulis mengestimasikan sebesar 50% karena ACES secara historis terbukti mampu untuk menciptakan free cash flow yang besar dampak dari besarnya margin yang didapatkan dari penjulan barang-barangnya.


Pada tanggal 8 Agustus 2022, dikabarkan Bapak Suharno melakukan pembelian saham diharga Rp685 dan Rp690 per lembar saham. Aksi pembelian ini juga dapat menjadi petunjuk tingkat harga saham wajar yang layak untuk dibayarkan.

Comments

Post a Comment

Komentar anda akan masuk langsung ke email pribadi saya

Follow saya di media sosial

Instagram  Twitter 
Dapatkan update artikel terbaru dari email anda:

Artikel Populer

SSSG Dalam Bisnis Sektor Retail

Arti "Priced In" Dalam Saham

Pengalaman Tes MDP Factory PT Mayora Indah Tbk

Pengalaman Bekerja Di PT Kereta Api Indonesia

Menghitung Dana Pendidikan PAUD, TK, SD, SMP, SMA dan Kuliah