Kapan Menjual Saham Core Stock dan Growth Stock Dari Portofolio Investasi


Opa Buffet selain adalah salah satu investor terhebat di dunia, dia juga seorang philosopher yang sangat pandai menyederhanakan prinsip invetasinya menjadi 1 quote yang singkat, mudah dimengerti dan diingat orang, termasuk quote diatas...

"our favorite holding period is forever"

Quote tersebut menjelaskan seberapa lama Anda harus memegang saham, Buffett mengatakan jika Anda merasa tidak nyaman memiliki saham selama 10 tahun, Anda tidak boleh memilikinya selama 10 menit. Bahkan selama periode waktu yang ia sebut sebagai "Financial Pearl Harbor", Buffett dengan loyal memegang sebagian besar portofolionya. Periode kepemilikan yang lama akan mencegah investor bertindak terlalu manusiawi. Menjadi terlalu takut atau terlalu rakus dapat menyebabkan investor menjual saham di bawah atau membeli di puncak dan menghancurkan apresiasi portofolio untuk jangka panjang.

Quote Buffet tersebut tidak salah, namun banyak yang mengartikannya kurang lengkap. coba kita uji apakah benar secara harafiah kita akan hold terus-menerus suatu saham dan tidak akan pernah menjualnya? mari kita lihat data history 20 saham dengan market cap periode tahun 2000-2019.

Dari data historis tersebut bisa kita simpulkan bahwa, dari periode waktu 19 tahun posisi pemegang market cap berubah-ubah, ada yang berhasil konsisten berada di top 5, top 10, dan top 20 ada juga yang akhirnya keluar, bahkan ekstrimnya ada saham yang sempat merangsek ke posisi 2 top market cap, sekarang malah jadi saham gocap 😅 predikat saham bluechips pun tidak menjamin keberlangsungan bisnis suatu perusahaan akan terus bertumbuh, sometimes shit happen...

Disinilah kita harus menerapkan second level of thingking 

*** 

Ada beberapa checklist yang kita harus perhatikan untuk menentukan apakah saham harus kita keluarkan atau jual dari portofolio investasi, dengan catatan periode invetasi kita jangka panjang dan tidak berniat merealisasikan keuntungan dengan menjual kepemilikan saham, karena saham yang kita pilih hanya saham yang membagikan deviden rutin dan DPS serta EPS-nya terus meningkat tiap tahunnya. Dalam portofolio saham-saham ini masuk katagori core stock, sehingga pengambilan keputusan dalam menjual saham ini berbeda dengan growth stock.

Keputusan kita dimulai apablia terjadi penurunan 20-30% dari harga saham, penurunaan tersebut pasti ada penyebabnya, bisa jadi faktor eksternal seperti pandemi yang terjadi di bulan Maret 2020 kemarin ataupun faktor internal dari perusahaan, atau bisa juga dua-duanya, maka dari itu kita breakdown lagi penyebabnya :

1. Salah Analisa Perusahaan

Kita tidak boleh denial kalau memang penurunan harga saham yang terjadi memang karena kita yang salah analisa, baik itu dari valuasi ataupun economic moat-nya, namun apabila kita sudah menerapkan mitigasi risiko dengan membeli saham dengan margin of safety yang sesuai, apabila terpaksa untuk menjual core stock , kerugiannya pun tidak akan lebih dari 5-10% dari harga beli pertama atau average price.

2. Perubahan Fundamental Perusahaan

Harga saham memang tidak selalu mencerminkan fundamental dari perusahaan, namun ada masa dimana suatu perusahaan mengalami perubahan fundamental karena distruspsi dari industriya, contohnya penurunan pendapatan LPPF dan RALS karena industri retail departement store terkena distrupsi dari e-commerce, pendapatan mereka bahkan sudah turun sebelum adanya pandemi, efek pandemi ini tambah memperparah fundamental dari perusahaan karena prilaku belanja masyarakat berubah dari offline menjadi serba online. 

Namun kita harus lebih meneliti lagi apakah perubahan pendapatan sementara akan mempengaruhi fundamental perusahaan dalam jangka panjang atau sekedar hanya permasalahan sesaat saja, sehingga berbalik menjadi peluang turn around untuk menambah kepemilakan perusahaan, contohnya saham bank buku IV pada masa awal pandemi semua labanya mengalami penurunan, padahal secara keuangan mereka masih sangat solid dan manajemen sangat tanggap dalam membentuk cadangan kerugian, gilanya ada yang sampai turun 60% dari harga sebelum pandemi, hal ini yang harus dianalisa ulang, jangan sampai kita mengambil keputusan yang salah dalam menjual saham, padahal disitu ada peluang yang besar.

3. Manajemen Tersangkut Kasus Hukum

Untuk perusahaan dengan kepemilikan yang tidak didominasi oleh konglomerasi, GCG sangat menjadi perhatian dalam menilai keberlangsungan perusahaan, apabila sudah manajemen tersangkut kasus hukum, bisa jadi kedepannya mereka akan melakukan hal yang sama, karena direktur, komisaris dan manajemen level atasnya pasti akan terintervensi dengan pemegang saham mayoritas.

Indikasi manajemen akan tersangkut kasus hukum, menjadi pertimbangan kita untuk exit, apabila setelah dijual sahamnya naik pun kita tidak adakan menyesal, karena keuntungan yang perusahaan peroleh pasti tidak bisa sustain dalam jangka panjang.

**GROWTH STOCK**

Lalu bagaimana dengan pengambilan keputusan untuk saham tipe growth stock :

berbeda dengan core stock, growth stock adalah saham dengan perusahan dengan potensi pertumbuhan yang masih sangat tinggi, namun begitu juga dengan kemungknan downside penurunannya, perusahaan-perusahan ini biasanya punya market cap dibawah 100T, masih belum konsisten membagi deviden atau growth deviden belum konsisten naik tiap tahun begitu juga dengan EPS-nya. Kalau sesuai dengan pengelompokan jenis saham menurut Peter Lynch tipe saham growth stock dibagi menjadi beberapa jenis lagi yaitu fast growers, cyclicals, turnarounds dan asset plays. Pada intinya alasan kita menjual saham growth stock ini ketika alasan ketika dulu kita membelinya sudah tidak lagi sesuai dengan ekspektasi

1. Harganya Sudah Sangat Mahal

Menurut saya kapan menjual saham growth stock simple ketika harganya sudah melebihi value perusahaanya, alias sudah sangat melewati harga wajarnya atau sudah MAHAL!, terlepas dari kita jual dia terbang lagi, karena hanya ada 2 kemungkinan arah suatu harga saham ketika sudah jauh diatas harga wajarnya, mau naik terus all time high atau balik kembali ke harga wajarnya.

Tentu dengan syarat Margin of Safety yang cukup lebar ketika kita memutuskan membeli saham growth stock ini, sehingga  potensi return ketika dia kembali ke harga wajarnya menjadi lebih besar.

2. Realisasi Pertumbuhan Tidak Sesuai Ekspektasi

Beli saham karena potensi pertumbuhannya besar, namun kenyataannya realisasi pertumbuhannya ketika dipantau sekian tahun ternyata tidak sebesar yang diharapkan. jangan terlalu attach sebaiknya dijual untuk membeli saham yang lebih baik.

3. Ekspektasi Terhadap Jenis Saham Salah !

Contoh beli saham karena bisnisnya defensif dan anti krisis, namun kenyataannya bisnisnya cyclicals

4. Momentum Uptrend Patah

Beli saham karena harganya lagi uptrend . Ya jual ketika trend-nya patah

Kita semua pasti ingin menjual saham di harga tertinggi untuk mengoptimalkan return dan meminimalisir kerugian

Kita tahu itu sulit terjadi, tetapi konsistensi pada metode/strategi yang kita gunakan bisa meningkatkan kemungkinan.

"Setiap beberapa bulan, ada baiknya untuk mengecek ulang cerita dari bisnis yang kita miliki"
- Peter Lynch

Comments

Follow saya di media sosial

Instagram  Twitter 
Dapatkan update artikel terbaru dari email anda:

Artikel Populer

SSSG Dalam Bisnis Sektor Retail

Soal Pengetahuan Umum Untuk Psikotest

Arti "Priced In" Dalam Saham

Cara Punya Rumah Lunas Untuk Mencapai F.I.R.E

Cara Terbaik Menjawab Pertanyaan Interview HRD