Asset Allocation : Strategi Sukses Berinvestasi Jangka Panjang


Krisis ekonomi yang terjadi pada saat saya menulis artikel ini terjadi pada awal tahun 2020, berbeda dengan krisis yang terjadi pada tahun 2008, tahun ini di trigger oleh adanya wabah pandemic covid19, mendadak banyak orang yang kehilangan sebagian besar pendapatannya karena ekonomi tidak berjalan seperti biasanya, mall sepi begitu juga tempat hiburan lain.

Sebagai seorang investor pasar modal rontoknya IHSG tentu sangat menjadi suatu risiko, return dari capital gain tidak bisa didapatkan saat krisis, hal ini membuat saya berfikir bagaimana menyusun suatu portfolio aset yang bisa bertahan disegala kondisi ekonomi. keywordnya ada pada asset allocation strategy

Secara sederhana asset allocation adalah membagi uang yang kita punya ke beberapa asset class yang berbeda seperti saham, obligasi, property, komoditi ataupun cash dan seberapa banyak kita mengalokasikannya pada masing-masing asset class sesuai dengan profil risiko investor dan juga kondisi ekonomi.

Rencana untuk melakukan asset allocation ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

1. Tujuan investasi
Pertama kali kita harus menentukan tujuan investasi, untuk pensiun, dana pendidikan anak, membeli rumah atau untuk dana darurat?

2. Time frame investasi
Dengan mengetahui tujuan investasi kita bisa menentukan time frame investasi berapa lama, pemilihan time frame investasi di asset class untuk dana pensiun dan dana darurat tentunya berbeda.

3. Risk tolerance (toleransi untung dan rugi berinvestasi) 
Risk tolerance bisa dipengaruhi oleh kondisi financial, umur, jumlah tanggungan, hutang dll, sebagai contoh investor dengan profile umur 20 tahun tidak akan begitu terpengaruh dengan turunnya IHSG -30% karena belum punya tanggunan keluarga ataupun hutang KPR, berbeda dengan investor dengan profile umur 40 tahun dengan 2 orang anak sekolah dan mempunyai hutang KPR.

Perlu diingat dengan diperhitungkannya faktor tersebut, asset allocation akan dievaluasi sesuai dengan perubahan situasi personal investor

Pemilihan Investasi Berdasarkan Asset Class
Sebagai bagian dari strategi asset allocation, kita harus mengatur  dana investasi pada asset class yang berbeda, hal ini biasa disebut diversifikasi ~ don't put your egg in one basket,  dari tabel dibawah akan dijelaskan masing-masing dari asset class dan karakteristik serta time frame investasinya :
Pemilihan Investasi Berdasarkan Income Type
Pemilihan invetasi berdasarkan income type dibagi 2 yaitu capital gain dan yield, kalau pada saham ada keuntungan dari capital gain dan deviden per tahun , untuk contoh lain misalnya properti bisa juga mendapatkan income dari capital gain dan yield, capital gain dari kenaikan harga property sedangkan yielda dari harga sewa property.

Mempertimbangkan Risiko Dalam Pemilihan Investasi
Dalam pemilihan asset class perlu dipertimpangkan risiko yang melekat pada asset class tersebut, secara umum dibagai menjadi 8 risiko sebagai berikut :

1. Country risk : risiko bisa terjadi di negara tempat kita berinvestasi seperti, keadaan politik yang tidak stabil, permasalahan finansial suatu negara, dan juga bencana alam yang terjadi.

2. Credit (or default) risk : risiko gagal bayar suatu obligasi, pastikan disclaimer apabila terjadi gagal bayar suatu obligasi, seperti SBN di indonesia sudah diatur pada UU apabila terjadi gagal bayar maka pembayaran obligasi tersebut di anggarkan pada APBN negara

3. Currency risk : risiko yang terjadi karena melemahnya nilai mata uang yang menyebabkan nilai investasi menurun

4. Inflation risk : Inflasi berarti meningkatnya nilai suatu barang, dengan terjadinya tingkat inflasi yang tinggi akan mempengaruhi ekonomi mikro dan fundamental suatu emiten secara langsung, seperti emiten di sektor financial, consumer dll

5. Interest rate risk : interest rate atau suku bunga bank berbanding terbalik dengan yield obligasi, jika suku bunga bank naik, yield obligasi menurun

6. Liquidity risk : risiko yang terjadi karena suatu instrument investasi susah untuk dibeli maupun dijual

7. Manager risk : risiko yang terjadi karena salah kelola dari manager investasi atapun dana yang dikelola performansinya tidak bagus

8. Sector risk : risiko yang terdapat pada suatu sektor industri, contoh industri ekspor komoditi sawit mempunyai risiko yaitu, turunnya harga sawit dunia, kenaikan cost ekspor karena nilai mata uang indonesia melemah, risiko perubahan regulasi ekspor komoditi dll.

Pentingnya Korelasi antar Asset Class
Cara untuk memitigasi suatu risiko portofolio adalah memilih asset class yang pergerakannya tidak berkolerasi satu sama lain, artinya apabila suatu asset class sedang naik asset class lain turun, sehinga folatilitas portofolio kita terjaga.

Bisa kita lihat tabel korelasi antar asset class dibawah, nilai coefficient correlation +1.00 yang berarti suatu asset class yang berbeda bergerak naik dan turun bersama, sedangkan coefficient correlation -1.00 ketika asset class yang berbeda bergerak naik dan lainya turun.



Dari tabel diatas bisa kita ambil beberapa data :
1. Antara equity/saham dengan bond/obilgasi nilai korelasinya -0.01 atau hampir 0, itu berarti antara saham dan obligasi merupakan kombinasi yang bagus untuk diversifikasi
2. Korelasi antara saham dan obligasi dengan cash/deposito/RDPU juga rendah
3. Saham dengan properti sangat berkolerasi, artinya harga saham turun nilai properti pun turun, begitu juga sebaliknya
4. Dan, komoditi seperti emas lebih tidak berkolerasi dengan saham daripada obligasi

Bagaimana Korelasi antar Sektor?
coefficient correlation diatas juga diterapkan pada pemilihan sektor investasi, korelasi bisa dilihat dari naik turunnya sektor tersebut menghadapi krisis dan ancaman global, sebagai contoh sektor financial tidak begitu berkorelasi dengan sektor consumer, karena pada saat krisis sektor financial lah yang paling pertama terpukul, sedangkan beberapa sektor consumer mengalami peningkatan penjualan, kalau kita liat juga pada tahun krisis corona tahun 2020 diterapkan lockdown dan social distancing, orang-orang tidak bisa keluar rumah, pendapatan sektor telekomunikasi meningkat karena pemakaian internet meningkat.


Teknik Sukses Melakukan Asset Allocation
Seperti yang tahu bahwa setiap investor pasti mempunyai perhitungan asset allocation berbeda yang berubah seiring berjalannya waktu, namun untuk memberikan model suatu asset allocation , kita bisa mempertimbangkan teknik asset allocation sebagai berikut :

1. Asset Allocation Berdasarkan Jenis Portofolio
Membuat asset alloacation dengan tipe portofolio sesuai dengan risk tollerance  dan tujuan investasi , yaitu dibagi menjadi 3 yaitu, portofolio conservative, moderate dan agresive/adventurous, dengan pembagian presentase asset class sebagai berikut :

Keterangan :
1. Conservative portofilio : low risk - short time investor ( < 5 tahun )
2. Moderate portofolio : medium risk - medium time investor ( >5 atau <5 tahun )
3. Agresive/adventurous portofolio : high risk - long time investor ( > 5 tahun )

2. Asset Allocation Berdasarkan Umur
Melakukan asset allocation berdasarkan umur berarti, semakin muda umur investor semakin besar porsi asset class dengan risiko tinggi seperti saham, karena time frame berinvestasi lebih panjang dan terhindar dari risiko folatilitas market. Dengan umur yang semakin bertambah tua, maka yang diperlukan untuk asset allocation adalah kepastion return, tentu porsi asset class dengan medium sampe low risk lebih besar, seperti obligasi, deposito maupun RDPU

Umur  = % Obligasi

Formula sederhana bagaimana menentukan porsi obligasi berdasarkan umur investor, misal umur investor 30 tahun maka porsi obliagasi pada asset allocation adalah 30%, demikian desuaikan dengan bertambahnya umur investor nanti.

3. Asset Allocation Berdasarkan Waktu
Asset allocation tanpa evaluasi berkala akan keluar dari jalurnya maka dari itu diperlukan perubahan-perubahan apabila :
1. Perubuhan tujuan investasi dan kondisi keuangan
2. Perubahan proporsi asset class karena pergerakan market, sehingga diperlukan yang namanya rebalancing portofolio

Pentingnya Rebalancing Portofolio 
Rebalancing portofolio adalah melakukan penyesuaian presentse asset class sesuai dengan asset allocation yang diinginkan, ilustrasi pada chart dibawah :
Presentase asset allocation yang sudah direncakan berubah selang 5 tahun karena ada peningkatan dan pengurangan return pada beberapa asset class , maka dari itu perlu di rebalance untuk kembali ke presentase allocation yang diinginkan, ada 3 cara untuk rebalancing portofolio yaitu :

1. Reinvest Deviden : yaitu dengan menginvestasikan kembali deviden ke asset class yang perlu di rebalance

2. Transer : yaitu menjual sebagian asset class yang melebihi presentase asset allocation, dan mengalokasikannya untuk asset class lain yang presentasenya kurang, namun perlu diperhitungkan biaya dari tax yang dibebankan karena proses jual dan beli.

3. Top Up : simply top up dana ke asset class yang presentasenya kurang dari asset allocation

Seberapa Sering Melakukan Rebalancing Portofolio?
Ada 2 teknik untuk menentukan periode rebalancing portofolio yaitu berdasarkan :

1. Waktu : rebalancing bisa dijadwalkan setiap Quarter ataupun Annual

2. Threshold rebalancing : rebalancing berdasarkan standar deviasi yang ditentukan, yang artinya jika kita menentukan standar deviasi 30% untuk rebalancing saham, ketika asset class yang mempunyai presentase asset allocation 60% meningkat menjadi 90%, maka saat itu perlu dilakukan rebalancing, berikut contoh referensi untuk menentukan standar deviasi asset class :


Demikian mengenai asset allocation , semoga tambahan ilmu kali ini bisa membantu kita mencapai tujuan investasi jangka panjang


Comments

Follow saya di media sosial

Instagram  Twitter 
Dapatkan update artikel terbaru dari email anda:

Artikel Populer

SSSG Dalam Bisnis Sektor Retail

Tes Mengingat Pada Psikotest

Soal Pengetahuan Umum Untuk Psikotest

Arti "Priced In" Dalam Saham

Pengalaman Bekerja Di PT Kereta Api Indonesia